Oleh : Farhan Hilmi
Cerita pendek ini mengisahkan seorang anak lelaki berumur 20 tahun, panggil saja Eri. Ia adalah anak yang bersemangat untuk melakukan hal baru. Ya, saya tuliskan di situ “bersemangat”. Terdengar keren, seolah Eri banyak melakukan hal baru di setiap progress hidupnya. Nyatanya, kata “bersemangat” benar benar menggambarkan keadaan bahwa Eri hanya bersemangat namun, selalu mundur di detik detik akhir. Saya yakin keadaan ini tidak hanya dialami Eri, tapi mungkin sudah mejadi pandemik bagi remaja zaman ini.
Pada suatu sore, ia tidak sengaja melihat pengumuman perlombaan menulis cerita pendek yang diadakan oleh suatu lembaga dakwah. Tema yang diangkat adalah “Kebaikan di Bulan Ramadhan”, mungkin memang tujuan dari lomba ini adalah mengingatkan umat bahwa Ramadhan sudah dekat. Sempat terbesit di benak Eri untuk ikut berpartisipasi. Tapi apa daya, dipikirannya sudah tergambar jelas bahwa ujung ujungnya Ia akan mundur.
“Kalau nanti kalah pasti malu deh, mending jangan ikut dari awal”
“Aku kan gak pernah menulis cerpen, masa ikut lomba.”
“Pasti yang ikut lomba ini mereka yang udah jago.”
adalah beberapa pemikiran dari sekian banyaknya pemikiran yang mengganjal niat baik Eri untuk berpartisipasi. Seharian penuh Ia hanya memikirkan alasan apa yang tepat baginya untuk batal mengikuti lomba tersebut. Hari itupun berlalu, dan Eri masih bimbang apakah harus ikut atau tidak. Akan tetapi, kali ini berjalan sedikit berbeda. Eri akhirnya memutuskan untuk mencoba memulai menulis. Laptoppun dibuka, jari jemarinya sudah mantap pada keyboard, dan siap menulis. Di saat Ia akan mulai menuliskan idenya, pemikiran-pemikiran yang menghantui tiba tiba muncul kembali.
“Temanya kan tentang kebaikan Ramadhan, emang Aku pantas menulis beginian ?”
“Mereka yang nulis ini pasti rajin banget ibadah Ramadhannya, lah Aku mah apaan ?”
“Peserta lain pasti nulis kebaikan berupa ibadah Ramadhan yang keren-keren deh kayaknya.”
Tertegunlah Eri di depan layar laptopnya. Raganya hadir, tapi entah pikiran melayang kemana. Pandangannya kosong, tapi penuh tanya dalam benaknya. Eri memang anak yang tidak se-alim teman temannya yang merupakan anggota lembaga dakwah. Kebaikan yang dipikirkan Eri hanya kebaikan kesukaannya saat ini, yaitu mengumandangkan adzan. Sudah sejak 1 bulan lalu Ia suka sekali mengumandangkan adzan. Mendengar suara temannya yang menggetarkan hati saat mengumandangkan adzan membuatnya tertarik. Sampai akhirnya, temannya menyuruhnya untuk menggantikannya. Eri sempat tidak mau karena takut salah dan ditertawai orang, tapi temannya berkata “Lah Masa Bodo kalau salah, mending salah daripada gak coba samsek cuy !” Berawal dari kata kata itulah Eri sampai saat ini suka sekali adzan. Mengingat kejadian tersebut, pikirannya kembali pulang ke raganya dan pandangannya kembali tertuju pada layar. Di benaknya kini hanya ada satu hal,
“Ah Sabodo !”
Terkadang, melakukan suatu kebaikan tidak hanya memerlukan kepedulian. Beberapa orang memerlukan suatu ketidakpedulian untuk memulainya. Seorang yang tidak pernah mengaji dan mulai mengaji terkadang harus masa bodo terhadap apa yang orang lain katakan soal caranya mengaji. Seorang yang tidak pernah sholat di masjid terkadang harus masa bodo terhadap komentar orang lain mengenai kehadirannya di masjid. Seorang yang ingin berhijrah saat mendekati Ramadhan terkadang harus masa bodo terhadap cibiran orang yang merasa dirinya hanya akan berubah saat Ramadhan saja. Seorang yang merasa butuh pertolongan Allah saat mendapat musibah terkadang harus masa bodo terhadap cemooh orang yang berpikir bahwa ia hanya alim saat terkena musibah. Tentunya, kemasabodohanan tersebut harus diiringi dengan kepedulian untuk terus memperbaiki diri. Mulai mengaji sembari mempelajari tajwid, mulai pergi ke masjid sembari memahami adabnya, dan mulai berhijrah sembari istiqomah.
Dengan ketidakpeduiannya, Eri pun mantap memulai menulis cerpennya. Suatu kebaikan yang dimulai sesungguhnya akan melahirkan kebaikan-kebaikan lainnya. Seperti satu salam, yang dapat memulai beribu kebaikan. Entah kebaikan apalagi yang yang akan lahir setelah Eri mulai menulis cerpen dan ikut berpartisipasi dalam lomba tersebut. Tapi satu hal yang pasti, Eri sadar Ramadhan sudah semakin dekat dan Ia harus segera memulai banyak kebaikan lainnya.
~FIN~