ArtikelKOPI RamadhanOpini

“Resolusi Syawal: Tidak Mengurai Lagi Pintalan Benang yang Sudah Kuat”

Oleh: Fata Islamy (Ketua Majelis Pertimbangan Nurani FKM UI 16)

Alhamdulillah, Innalillah, sudah sampai kita pada hari terakhir dalam Ramadhan penuh berkah ini. Antara gembira dan sedih, gembira karena sebentar lagi menemui kemenangan di ujung Ramadhan dan sedih karena sahabat yang menemani ibadah akan pergi meninggalkan kita. Dan entah mengapa ada yang bilang, “Tak terasa ya, udah mau lebaran aja.” Padahal Ramadhan ini sungguh sangat terasa. Lapar dahaga dan tentunya sudah banyak rangkaian ibadah Ramadhan yang kita jalani. Sahur, buka puasa, tilawah, kajian, tarawih, hingga bertahan itikaf sampai akhir ini. Semoga apa yang kita usahakan selama ini mencukupi untuk dapat mengagungkan nama Allah. Allah berfirman, “…Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Q.S. Al Baqarah:185)

Ayat di atas menjelaskan bahwa kita harus tetap bertahan hingga sempurna pada akhir Ramadhan dan dapat menggapai kemenangan, bertakbir, mengagungkan nama-Nya. Namun, sebenarnya hakikat kemenangan itu tidak hanya sekedar mencukupkan bilangan Ramadhan hingga akhir. Kita harus kembali ke tujuan Allah menghadirkan Ramadhan untuk kita dan mewajibkan kita berpuasa di dalamnya. Tujuan yang semuanya sudah sering sekali mendengar, Taqwa. Kemudian mari kita lihat terminologi apa yang Allah pilih dalam akhir surat Al Baqarah ayat 183. Allah memilih diksi تَتَّقُونَ yang posisinya adalah sebagai fi’lul mudhori’. Dalam Bahasa Arab, fi’lul mudhori’ adalah kata kerja kontinyu, dengan kata lain sedang melakukan pekerjaan dan belum selesai mengerjakan pekerjaan tersebut. Maka, taqwa yang harusnya menjadi tujuan dari shoum ini adalah selepas Ramadhan berakhir, kita masih berjalan dengan pekerjaan taqwa kita pada Ramadhan, sedang melaksanakan taqwa kita, dan belum akan selesai dengan ketaqwaan kita.

Bulan Ramadhan ini adalah bulan tarbiyah, bulan pendidikan, bagi diri seorang mukmin. Kita disibukkan dengan ibadah-ibadah vertikal maupun horizontal dalam Ramadhan ini. Jangan sampai kita sudah kerja keras pada bulan ini, setelah bulan ini semua hilang begitu saja. Allah memberi perumpamaan dalam firman-Nya pada Surat An Nahl ayat 92, “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai…” (QS. An Nahl : 92)

Ayat di atas sebenarnya berkaitan dengan janji yang sudah berjanji dengan yakin kemudian membatalkannya. Namun, kisah yang dijadikan perumpaaan ini dapat menjadi analogi dalam perjuangan mengejar taqwa pada bulan mulia ini. Ayat tersebut mengkisahkan seorang nenek yang sedang merajut pakaian menggunakan benang. Hari per hari ia rajut sampai akhirnya pakaian tersebut selesai dengan rajutan yang sangat baik dan kuat. Kemudian pintalan benang yang telah menjadi pakaian itu diurai hingga berantakan semua. Sama halnya amalan kita di bulan Ramadhan, sudah kita usahakan semaksimal mungkin, tetapi ketika berakhir Ramadhan, berakhir pula amalan kita. Lelah, Sia-sia.

Syawal bulan awalan setelah bulan Ramadhan. Jika kita lihat arti dari syawal sendiri, syawal berarti peningkatan. Bulan syawal menjadi momen awal peningkatan ketaqwaan kita. Jika pada awal-awal tahun masehi orang-orang banyak membuat ‘resolusi tahun x’, mari kita juga buat ‘Resolusi Syawal’. Mungkin ini dapat menjadi terobosan peningkatan taqwa kita setelah Ramadhan usai. Resolusi Syawal bisa dilakukan dengan tetap menjaga amalan-amalan Ramadhan seperti tilawah dan qiyaamul lail. Dan sungguh sebenarnya bulan Syawal telah menyediakan fasilitas Resolusi Syawal yaitu puasa Syawal.

Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim)

Banyak amalan atau rencana lain yang dapat kita jadikan Resolusi Syawal versi kita. Mari Kita menuju taqwa sebenarnya salah satunya melalui Resolusi Syawal dengan “Tidak Mengurai Lagi Pintalan Benang yang Sudah Kuat.

Wallaahu a’lam bishshawab.

Sumber:

Tuasikal, Muhammad Abduh. 2008. Puasa Syawal: Puasa Seperti Setahun Penuh. [online] tersedia di: https://muslim.or.id/377-puasa-syawal-puasa-seperti-setahun-penuh.html

Dokumen dapat diunduh di bawah ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.