“Ramadhan Terakhir Kami”

Oleh Sarah Tsabituddinillah

Kepala Biro Hubungan Nasional SALAM UI 21

 

“Assalamu’alaikum, Nay pulang.”

seorang gadis, tinggi semampai, mengenakan jilbab berwarna biru langit, kemeja putih, dan celana jeans longgar, menarik tuas pintu ke arah bawah. Dilanjutkan mendorong pintu ke arah dalam hingga nampak ruang tamu dari rumah tersebut secara keseluruhan.
Di ruang tamu, terdapat empat orang, seorang ayah, seorang ibu, dan dua anak laki-laki kecil, masing-masing menggenggam Al-Qur’an.

“Wa’alaikumussalam.” ujar keempat orang di ruang tamu, secara serentak seraya menoleh ke arah pintu yang terbuka.

Gadis bernama Namirah yang akrab disapa Nay mengulas senyum terpaksa ke arah penjawab salam. Nayla melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah, kemudian menutup pintu dengan sempurna.

“Kok baru pulang, Nay?” tanya salah satu penjawab salam yang baru saja menutup lembut Al-Qurannya, Ayah Namirah. “Ini sudah lewat shalat tarawih. Kamu tadi shalat di mana?”

“Acaranya seru sekali. Nay jarang kumpul dengan teman-teman, Ayah. Kuliah, belajar, dan rapat adalah ritme hidup yang cukup membuat Nay jenuh dan butuh hiburan.” nada bicara Namirah sedikit tinggi diikuti ekspresi wajah kesal atas pertanyaan Ayahnya.

“Ayah tidak masalah kamu berkumpul dengan teman-temanmu itu. Tapi, ayah mau tahu tadi kamu shalat di mana?” Ayah Namirah kembali bertanya dengan lembut.

“Maghrib sudah, di musholla rumah makan. Isya dan tarawih belum shalat.” Jawab Namirah singkat tanpa menatap wajah Ayahnya.
Ayah Namirah sudah menarik nafas hendak menegur putri suungnya. Tapi, percakapan segera diambil alih, “Yasudah, kamu bersih-bersih dulu. Setelah itu, shalat di kamar ya, nduk.” kali ini Bunda Namirah yang bersuara. Namirah melirik wajah Bundanya sesaat, mengangguk, kemudian berlalu meninggalkan ruang tamu.

“Setelah Nay shalat, Ayah mau bicara sama dia, Bun.” kata Ayah Namirah tegas. Bunda Namirah hanya tersenyum seraya mengusap-usap bahu suaminya.
Satu jam berlalu, Ayah Namirah masuk ke dalam kamar putri satu-satunya. Ia dapati Namirah sedang melipat mukena di atas kasur. “Nay, boleh Ayah masuk?”

“Silahkan, Ayah.”
Namirah duduk di atas kasur, sedangkan Ayahnya duduk di kursi, 500 cm di hadapan putrinya. “Nay, hari ini ramadhan keberapa ya?” pertanyaan menjadi pembuka perbincangan antara ayah dengan putrinya.

“Kelima, sudah masuk malam ramadhan keenam.” Ayah Namirah mengangguk mengerti.
“Nay kan sudah kuliah, semester dua. Nay pasti tahu dong keutamaan di bulan ramadhan ini apa saja?”
“Diantaranya, dosa-dosa diampuni, pahala dari kebaikan dilipat gandakan, serta rahmat Allah dicurahkan.” Namirah menjawab sambil menggerakan kedua jari telunjuknya di atas kasur membentuk pola angka delapan..

“Apa tanggapan Nay terkait lalai dalam shalat di bulan Ramadhan?”

“Surat Al-Maun ayat 4 sampai 5. Pada bulan-bulan biasa saja, orang yang lalai dalam shalat celaka. Apalagi ketika bulan Ramadhan, di mana Allah dengan jelas melimpahkan nikmat yang begitu banyak untuk setiap kebaikan yang kita kerjakan. Rugi sekali, Ayah!”

“Putri Ayah adalah yang terbaik!” Ayah Namirah mengusap kepala putrinya sambil tersenyum bangga. Namirah sedikit menunduk, tertawa kecil.

“Lantas, apa Nay bisa mempertanggungjawabkan keputusan Nay menunda shalat isya sampai tiba di rumah? Apalagi, sekarang bulan Ramadhan loh…”

Namirah terdiam. Gerakan jari telunjuknya terhenti. Impuls pada saraf pusatnya menjalar ke seluruh penjuru sistem, mencoba menemukan jawaban yang mampu membenarkan tindakannya. Namun, satu kata pun tidak dapat ditentukan sebagai reaksi dari pertanyaan Ayahnhya.

“Bagaimana, Nay?”

“Nay berjanji, besok dan seterusnya tidak akan menunda shalat lagi, Ayah.”

“Apa Nay yakin, besok masih diizinkan Allah untuk hidup? Apa Nay yakin, tahun depan akan kembali bertemu dengan bulan penuh rahmat dan pengampunan ini?” Ayah namirah menatap putrinya, Namirah terhenyak. Kali ini semakin menunduk hingga kemudian menetes air dari pelupuk mata.
“Nay, nikmatilah setiap waktu di bulan Ramadhan seperti detik-detik terakhirmu, seperti Ramadhan terakhirmu. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi satu hari, jam, menit, bahkan detik kemudian.”

“Ayah sendiri, apa yang Ayah lakukan untuk menikmati Ramadhan yang Ayah anggap sebagai Ramadhan terakhir?”

Namirah bertanya dengan air mata yang masih terus mengalir. Sesekali telapak tangan kanannya mengusap pipi tembamnya yang basah.

“Lakukan kebaikan sebanyak dan sesegera mungkin, Nay. Kemudian, lakukan taubat dan mohon ampun sedalam-dalamnya. Tetapi, jangan lupa untuk tetap menjaga niat semata-mata karena Allah.” Namirah menyimak penjelasan Ayahnya dengan nafas masih sedikit terisak. “Sedikit rahasia, Ayah selalu melakukan hal khusus yang berbeda di setiap minggu pada bulan Ramadhan!”

“Apa itu, Ayah?”

“Di minggu pertama ini, Ayah selalu datang awal ke masjid untuk membantu panitia menyiapkan ruangan masjid yang akan digunakan untuk shalat isya dan tarawih berjama’ah. Merapikan sajadah, menyapu teras masjid, juga memastikan bahwa keran di tempat wudhu dapat digunakan.” Namirah menyerngitkan dahinya, tidak mengerti.

“Sederhana saja, Nay. Tapi, jadikan kebaikanmu itu adalah hal baru yang belum pernah kamu lakukan dan menjadi kenangan tersendiri untuk Ramadhanmu kali ini.”
Namirah kini mengerti. Tangisnya sempurna berhenti, diganti dengan seulas senyum terima kasih. Perlahan, Namirah turun dari tempat tidur hendak memeluk Ayahnya. Namun, kaki kanannya menginjak botol plastik sehingga ia tergelincir dan jatuh ke lantai kamar.

Bruk!!!

Namirah tersentak, terbangun dari tidurnya. Namirah mengamati sekitar. Setengah badannya ditutupi selimut, kamarnya hanya diterangi cahaya lampu tidur. “Barusan cuma mimpi.”

Namirah segera menyadari, ia sudah merindukan Ayahnya. Apa yang ia mimpikan adalah percakapan dengan sang Ayah di malam terakhir, dua hari yang lalu sebelum Ayahnya pergi meninggalkan Namirah untuk selama-lamanya. Ramadhan ini benar lterakhir bagi sang Ayah.

Bagi Namirah, ini adalah Ramadhan terakhir dengan Ayah yang begitu menginspirasi dan mengajarkan banyak kebaikan sederhana nan bermakna.
“Terima kasih, Ayah.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.