TALKSHOW 1: Menoreh Peradaban Islam dengan Perdamaian
Sabtu, 23 September 2017
Pada hari Sabtu, 24 September 2017 telah dilaksanakan talkshow sesi 1 Muhasabah Akbar Muharram yang bertema Menoreh Peradaban Islam dengan Perdamaian. Talkshow 1 diisi oleh dua pembicara, yaitu Nashir Abbas dan Shofwan Al Banna yang dimoderatori oleh Yudhistira Oktaviandie (Mapres 2 Nasional 2017).
Pembicara 1: Nashir Abbas (Konsultan Pusat Penelitian DASPR-UI)
Umat Islam adalah umat terbaik. Berbicara tentang peradaban, Islam lebih unggul peradabannya. Semua ada di dalam Al Qur’an, jika mau mengkaji. Menemukan jati diri sebagai kuntum khoeru ummat(ummat terbaik) itu perlu. Beberapa kegiatan dalam rangka mencari jati diri tersebut antara lain belajar fikih jihad, sejarah Nabi Muhammad SAW, belajar menulusuri konflik, dsb.
Mengapa belajar itu perlu dalam proses menemukan jati diri? Karena syarat diterimanya amal, yaitu ikhlas dan benar(sesuai tuntunan Allah dan Rasul). Jika berbicara, yang mana yang benar, hanya Al Qur’an lah yang benar. Oleh karena itu, jika menemukan berbagai kelompok yang berbeda, kembalikan kepada Al Quran. Misi utama Nabi Muhammad SAW, untuk menyempurnakan akhlak. Hadits Rasulullah, dari Aisyah menyatakan akhlaq Rasulullah ialah Al Qur’an.
Masalah Rohingya bukan masalah penghapusan etnis. Sistem demokrasi yang membatasi, sehingga menyebabkan intimidasi terjadi di Myanmar. Pada saat pemerintahan militer, suku Rohingya sudah disebut. Sebenarnya, di sana, yang beragama Islam tidak semuanya masuk suku Rohingya, tetapi ada suku lain juga. Yang paling penting bagi Rohingya ialah mempertahankan status kewarganegaraannya. Untuk mendapatkannya kemudian gerakan jihad dibutuhkan. Dalam agama, sholat adalah tiangnya, sedangkan Jihad adalah puncaknya.
Jihad perlu mendapatkan kemaslahatan yang lebih besar. Untuk menjadi seorang khoeruummat, kita harus bijak, harus pintar memberikan solusi.
Pembicara 2: Shofwan Al Banna C, Ph.D (Ketua Program Sarjana Hubungan Internasional UI)
Bagaimana kita membantu Rohingya dari sisi diplomasinya? Menurut Ust. Shofwan, hal yang harus dipertegas antara lain:
1. Adanya krisis kemanusiaan, kekerasan sistematis yang dilakukan Myanmar terutama militer terhadap minoritas Sebenarnya kasus ini sudah lama, tapi tahun ini puncak kemanusiaan, kekerasan struktural. Setelah cukup lama tidak muncul di permukaan, pada tahun 2012 kasus ini muncul lagi. Perhatian kembali ke Rohingya dan korban pengusiran dan pembunuhan telah bertambah banyak. 2. Akar masalahnya kompleks Notes: Burma nama sebelum Myanmar.
Pada tahun 1700, Kerajaan Ar Rahn ditaklukan Burma (Myanmar). Tahun 1800an terjadi kolonalisasi Burma oleh Thailand, Syams. Thailand ialah negara yang tidak pernah dijajah. Kenapa tidak dijajah? Karena Thailand sebagai negara buffer supaya tidak terjadi konflik langsung dari 2 kekuatan besar, untuk menjaga kestabilan. Masalah muncul ketika kemerdekaan Myanmar. Inggris meminta tolong Rohingya untuk melawan Jepang. Rohingnya menyetujui dengan harapan dapat dimerdekakakan. Namun, sternyata setelah Jepang pergi, justru kemerdekaan diberikan kepada Burma secara keseluruhan. Maka, Rohingnya bergabung Myanmar. Kebijakan Nasional untuk membangun negara bangsa yang nasional(national building) merupakan bagian dari konsolidasi kekuasaan. Namun, dampaknya terjadi marginalisasi. Rohingnya tidak masuk ke dalam daftar Etnis-etnis yang diakui The Union of Myanmar. Nah, problem mulai dari sini. Kemudian, terjadi bamarisasi, termasuk budaya dan agama. Berdasarkan laporan khusus PBB, sehingga harus dimulai rekontrilisasi perlaha. Efek yang diharapkan Myanmar menyadari bahwa kebijakan konstruksi Myanmar tidak baik untuk berbagai bagian, termasuk National Building.
3. Respon yang harus dilakukan fokus bagaimana membuat isu ini menjadi isu kemanusiaan yang besar. Dunia sudah berjanji bahwa kasus kemanusiaan seperti yang terjadi di Ruwanda tidak terjadi lagi. Harus ada tekanan internasional yang lebih kuat. Myanmar berjanji untuk lebih demokratis. Siapa yang lebih berani, lebih konsisten dengan ucapannya dan siapa yang berani lebih keras menekan. Masyarakat internasional harus serius. Banyak yang berkepentingan dengan Myanmar. Apakah sistem internasional kita yang mampu menjawab krisis kemanusiaan atau tidak? Salah satu tujuan didirikannya pemerintahan Indonesia untuk ikut serta dalam menciptakan perdamaian dunia yang berdasarkan keadilan sosial. Konsepsi Indonesia adalah perdamaian abadi. Harus ada upaya yang menyelesaikan masalah Rohingya secara struktural dengan memasukkan Rohingnya ke pemerintahan Myanmar sebagai warga negara sebagaimana sebelum terbentuk Myanmar yang merdeka. Indonesia salah satu negara yang mempunyai hubungan yang baik dengan Myanmar. Teman yang baik jangan sungkan mengingatkan. Hanya saja, apa yang dilakukan Indonesia kurang seimbang, yaitu kurang diimbangi dengan tekanan yang serius. Tekanan internasional yang lebih credible, tidak hanya omong saja, tetapi juga tindakan yang bisa memberikan dampak langsung kepada elite Myanmar. Agar Myanmar mau memberhentikan kekerasan. Hampir ribuan terbunuh dan ratusan ribuan orang terusir, apa itu kurang buruk? Maka Pemerintah Indonesia harus terus melakukan perannya termasuk bekerjasama dengan masyarakat sipil, seperti ACT dan diimbangi dengan pemberian tekanan yang lebih serius. Menggeser negatif peace, menjadi positive peace. Masalah dasar pengakuan Rohingya menjadi bagian dari Myanmar—mengintegrasikan Rohingnya.
Pertanyaan dari Moderator:
1. Bagaimana cara mencegah konflik di Indonesia, seperti terorisme?
Jawaban:
Dari Ust Nasir Abbas
Dalam Al Qur’an telah disebutkan bahwa “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. al-Hujurat: 13). Bersuku-suku, berbeda-beda itu dari Allah, tapi ketika kita tidak mau mengenal itu bisa menjadi konflik”. Kemudian, kami jadikan satu dengan yang lain fitnah, ujian. Apakah kalian bersabar?
Aksi-aksi terorisme disebabkan orang-orang yang tidak bisa menahan dirinya dan terpengaruh oleh pengaruh luar. Kuncinya ialah bersikap kritis dan tabayyun. Seperti halnya menyikapi pertanyaan berikut. “Pilih mana Al Qur’an atau Pancasila?”
Jika kita kritis, kita akan tahu bahwa pertanyaan itu menjebak, tidak layak dibandingkan. Kalau pertanyaan salah ya jangan dijawab. Sama halnya dengan pertanyaan ,”Pilih Nabi Muhammad atau Jokowi?” Pertanyaan tersebut juga menjebak, kalo kita tidak kritis, kita akan terbawa-bawa. Bagaimana untuk kritis? Sharinglah dan tabayyun. Untuk mendapatkan second opinion, kemudian kita bisa kritis.
Dari Ust Shofwan
Memeriksa diri kita kita terbebas dari penyakit iblis, yang tidak mau bersujud kepada Allah. Artinya penyakit hati yang tinggi hati. Ini adalah ibu dari segala konflik. Kuncinya yaitu lebih rendah hati dan mawas diri. Agama itu cermin untuk melihat diri kita sendiri. Tapi, bukan berarti kita tidak peduli dengan yang lain. Mulailah dari diri kita, kemudian mengajak yang lain. Belum tentu pendapat kita itu yang terbenar. Maka banyaklah mengkaji dari berbagai tempat. Disebutkan dalam Al Qur’an “Afala ta’qiluun”. Ilmu itu penting. Agama dibebankan pada orang yang punya akal. Semakin keras dengan diri kita sendiri dan jangan semakin lembut dengan yang lain. Jangan arogan dan lihatlah masalah dari masalahnya. Jangan berpikir sempit sehingga tidak berfanatisme. Bersikap islami itu tidak meringan-ringankan dan tidak memberatkan diri yang tidak perlu. Ukuran iman paling rendah tidak berbahaya bagi orang lain. Sedang yang paling tinggi ialah memberikan manfaat untuk orang lain.
2. Pertanyaan dari mahasiswa UNJ: Langkah kongkrit apa yang bisa kita lakukan oleh kita generasi muda dalam upaya menoreh peradaban islam melali perdamaian?
Jawaban:
Dari Ust. Nashir
Kuatkan pengetahuan. Islam itu kuat dan berhasil karena pengetahuan. Al Qur’an itu pengetahuan. Islam itu lebih lengkap pengetahuannya. Belajar, belajar, belajar.
Dari Ust. Shofwan
Ketahuilah kondisi pada saat ini. Secara demografis kita sedang tumbuh pesat. Generasi muda banyak. Secara geografis, kita berada di wilayah strategis. Kita juga berada di zaman Great konvergen, pusat kemajuan tidak hanya dibarat, Pengetahuan kesempatan sedang berproliferasi. Setelah mengetahui, kemudian bersikaplah dengan memanfaatkan dan mensyukuri. Belajarlah dengan sebaik-baiknya dan perluas bacaan. Bangunlah tiga hal yang harus dibangun, yaitu pengetahuan, jejaring, dan daya tahan.
Dokumen dapat diunduh di bawah ini.