“Kisah Ummu Athiyah Al-Anshariyah: Si Tangguh dari Kaum Anshar”

(Oleh: Sarah Yarismal – FUKI Fakultas Ilmu Komputer UI )

Pemberani. Mulia. Gigih.

Baru tiga dari sekian banyak kata yang dapat menggambarkan seorang wanita dari Kaum Anshar. Dia adalah Nusaibah binti Al-Harits, atau lebih dikenal sebagai Ummu Athiyah Al-Anshariyah. Wanita dari golongan Anshar yang begitu bersemangat menyambut kedatangan Islam saat tiba di Madinah untuk pertama kalinya. Setelah memeluk Islam, Ummu Athiyah mengabdikan hidupnya untuk berjuang dalam jalan Allah dan taat dalam beribadah. Kecintaannya pada Islam dan Rasulullah setelah ber-Islam menuntun Ummu Athiyah berhijrah bersama kaum lelaki dari Yatsrib ke Mekkah untuk belajar di bawah bimbingan Rasulullah SAW. Hal tersebut pun berlanjut dengan ikrar sumpah setianya kepada Rasulullah pada perjanjian (bait) Aqibah bersama 71 orang lainnya, yang mana beliau merupakan satu dari dua wanita yang menyatakan sumpah setia.

Nama Ummu Athiyah pun menjadi salah satu shahabiyah yang disegani oleh banyak orang karena kesuperioritasan dan keberanian yang ditunjukkannya dalam membela Islam dan Rasulullah. Hal tersebut dibuktikan lewat tujuh keikutsertaan beliau dalam peperangan kaum muslimin melawan kaum musyrikin bersama Rasulullah. Dalam peperangan, Ummu Athiyah mengemban peranan penting untuk mengobati dan merawat yang terluka maupun sakit, membuat makanan, memasok air bagi pasukan, hingga terjun langsung ke medan perang.

Salah satu kisahnya yang terkenal adalah saat Perang Uhud. Ketika begitu banyak pasukan yang terluka hingga mati syahid dan nyawa Rasulullah dalam bahaya karena menangkis serangan musuh sendirian, Ummu Athiyah pun langsung mempersenjatai dirinya dan masuk ke dalam formasi pertahanan untuk melindungi Rasulullah. Seakan tidak gentar dan merasa takut terhadap keselamatan dirinya, Ummu Athiyah membela Rasulullah. Pada akhirnya, kemenangan pun berpihak pada kaum muslimin dan meninggalkan pelajaran berharga yang dapat dipetik. Dari sekian banyak pelajaran berharga tersebut, terselip suatu catatan penting bagaimana besar peranan Ummu Athiyah dan keluarganya bersusah payah dalam membela Rasulullah di Perang Uhud.

Dalam membela Rasulullah, Ummu Athiyah pun menderita dua belas luka di tubuh dan di lehernya. Namun, tidak sekali pun hari-harinya dilalui dengan mengeluh ataupun bersedih. Sebaliknya, justru Ummu Athiyah meminta kepada Rasulullah untuk mendoakannya dan keluarganya agar dapat berkumpul dengan Rasulullah di surga. Bahkan ketika kehilangan salah satu putra yang disayanginya pada peperangan, Ummu Athiyah menerimanya dengan penuh kesabaran dan keyakinan bahwa putranya akan mendapatkan kedudukan tertinggi di sisi Allah.

Beberapa potongan kisah hidup di atas mungkin tidak akan cukup menceritakan semua kebaikan seorang Ummu Athiyah. Namun, cukup menggambarkan sikapnya sebagai bukti kecintaan beliau terhadap Allah dan Rasulullah.

Lalu, pelajaran berharga apa yang dapat kita petik?

Sebagai seorang muslimah yang bijak, sudah sepatutnya bagi kita untuk mengambil hikmah dari suatu kisah dan menjadikannya sebagai pelajaran hidup. Bahkan, akan lebih baik lagi apabila kita mengikuti jejak beliau. Bukan, bukan tentang ikut terjun langsung ke medan perang menghadapi kaum musyrikin seperti Ummu Athiyah. Tetapi, ikut terjun langsung ke ‘medan perang’ untuk menyebarkan Islam lewat kebaikan dan akhlak mulia seorang muslimah.

Mengapa begitu?

Karena zaman telah berubah. Cara pandang kebanyakan orang pun juga begitu. Menyebarkan dakwah tidak lagi dilakukan hingga konflik peperangan fisik seperti dahulu. Kini tergantikan oleh perang melawan pemikiran negatif yang ditujukan kepada umat Islam. Oleh karena itu, lewat kebaikan dan akhlak mulia seorang muslimah, kita pun dapat meruntuhkan pemikiran tersebut dan menyebarkan keindahan Islam sebagai bukti kecintaan kita terhadap Allah dan Rasulullah. Hal tersebut dapat dilakukan lewat hal yang sesederhana mungkin, hingga terkadang kita tidak mengetahui bahwa kita telah melakukannya.

Beberapa di antaranya seperti mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan diri sendiri, seperti saat Ummu Athiyah melindungi Rasulullah saat berperang: Berani dalam mengungkapkan kebenaran dan membela yang lemah; bersikap jujur dalam melakukan segala sesuatu sehingga akan menuntun kita kepada kepercayaan seseorang; menaati segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya; sikap keteguhan hati untuk memperdalam ilmu seluas-luasnya—karena sebagai seorang wanita, kitalah yang akan menjadi madrasah pertama bagi putra putri kita kelak; serta tidak mudah mengeluh dan menyerah terhadap permasalahan yang muncul dalam hidup kita—yang mungkin hanya berkutat dalam permasalahan nilai akademis yang tidak kunjung sesuai keinginan, ataupun kegelisahan tentang ‘ilusi percintaan’ yang tiada hentinya.

Ayolah, Kawan. Pemikiran tersebut masih sangatlah sempit karena hal tersebut belum seberapa besar dibandingkan permasalahan yang menimpa muslim di seluruh dunia saat ini. Tidak seberapa besar pula apabila dibandingkan dengan kehilangan seorang putra terbaik yang telah dibesarkan dengan kasih sayang seperti Ummu Athiyah. Jangan sia-siakan hidupmu hanya untuk memikirkan kehidupanmu sendiri, karena sejatinya dalam waktu 24 jammu terdapat hak untuk memikirkan kemaslahatan umat dan menegakan Islam di bumi Allah yang juga perlu dipenuhi. Jika bukan kita, lantas siapa lagi yang akan melakukannya?

Mari kita rapatkan barisan dan bersama-sama menjadi muslimah yang lebih baik lagi melalui segala kebaikan dan akhlak terpuji yang terpancar dari perbuatan kita. Karena dengan begitu, tanpa kita sadari kita telah membawa perubahan pada dunia ini.

Selamat berjuang menjadi wanita terhebat dalam versi terbaikmu, Ukh! Ingatlah bahwa Allah selalu bersamamu. 🙂

Referensi:

Evidia, Susie. (2012). Mujahidah: Ummu Athiyyah, Pejuang Islam nan Gigih (1). Diambil pada 31 Agustus 2017, sumber http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/05/20/m4bxg7-mujahidah-ummu-athiyyah-pejuang-islam-nan-gigih-1.

Mustikasari. (2013). Singa Betina dari Madinah. Diambil pada 31 Agustus 2017, sumber https://jilbab.or.id/archives/1930-singa-betina-dari-madinah/.

Dokumen dapat diunduh di bawah ini.

2 pemikiran pada ““Kisah Ummu Athiyah Al-Anshariyah: Si Tangguh dari Kaum Anshar”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.