Oleh Widiya Solihat Eka Riani
(Staf Kajian Aksi Strategis Dakwah FUSI Psikologi UI)
Seoonggok tanah liat bernyawa tengah menempuh perjalanan di sebuah musim yang sangat panas, bahkan musim ini disebut musim pembakaran. Meskipun cuacanya sangat panas, namun di musim ini tanaman berbuah sangat lebat. Seonggok tanah liat melewati jalan yang di sampingnya terdapat perkebunan dan pemilik kebun memperbolehkan siapa saja memetik kebunnya sebanyak yang ia bisa asalkan ia memiliki kemauan.
Pemilik kebun memiliki hati yang sangat dermawan, ia mengetahui bahwa musim pembakaran hanya berlangsung sebentar, dan ada beberapa buah yang rasanya sangat lezaaat namun hanya tumbuh di musim pembakaran. Ia kasihan pada seonggok tanah liat yang akan melewati perjalanan yang lebih panjang 11 kali lipat, sementara tanaman tidak berbuah selebat di musim pembakaran.
Di tengah perjalanan, ia berhenti sejenak dan larut dalam kebingungan. Ia menyadari bahwa waktu berlalu begitu cepat. Di peta, ia melihat bahwa dirinya telah menempuh setengah perjalanan. Namun, ia melihat di kantungnya, tidak banyak buah yang ia petik. Padahal, sebelum perjalanan ia sudah berencana untuk memetik buah sebanyak mungkin. Ia berkata dalam hatinya, “Aku menyesal tidak memetik buah sebanyak yang aku bisa karena terlalu asyik melihat pemandangan yang menyilaukan mata bukannya fokus untuk memetik buah, tapi tak apa lah, penyesalan memang datang terlambat, karna kalau datang di awal namanya pendaftaran, sudahlah apa boleh buat, tapi masih ada setengah perjalanan lagi, mulai sekarang aku harus fokus memetik buah sebanyak-banyaknya, semangat!!!”
Seonggok tanah liat menyemangati dirinya, ia sadar bahwa tidak ada gunanya meratapi penyesalan, kesalahannya biarlah menjadi pelajaran, masih ada setengah perjalanan, dan ia harus memanfaatkannya sebaik mungkin dengan memetik buah sebanyak yang ia bisa.
Seonggok tanah liat ibarat kita yang sedang melewati bulan ramadhan, bulan pembakaran. Tanah liat akan berubah menjadi keramik yang kuat apabila melewati pembakaran yang baik. Bulan ini adalah ladang pahala, siapapun boleh mengumpulkan sebanyak-banyaknya. Banyak pahala istimewa yang Allah janjikan di bulan ini. Bahkan ada beberapa amalan yang hanya ada di bulan Ramadhan, seperti tarawih, bangun di waktu sahur, dan malam lailatul qadr.
Di awal waktu, mungkin kita sudah memiliki rencana, target amalan-amalan sholeh yang harus lebih baik daripada tahun sebelumnya. Namun, nyatanya di tengah perjalanan ternyata amalan tahun ini mungkin sama saja dengan tahun sebelumnya atau barangkali lebih buruk. Tapi tak apa kawan, masih ada setengah perjalanan, bismillah, semoga kita mampu memanfaatkan sebaik-baiknya.
Barangkali, ramadhan tahun ini ramadhan pertama kita jauh dari orang tua, ramadhan pertama tanpa kehadiran orang yang kita sayang yang masih ada di tahun sebelumnya, ramadhan pertama di tanah perantauan, atau bahkan ramadhan yang kurang diperhatikan karena bertepatan dengan UAS yang menyita perhatian. Memikirkan kesalahan memang tidak mengenakkan, tapi masih ada kesempatan untuk memperbaikinya.
Alhamdulillah, Allah masih mengizinkan hari ini kita untuk hidup, menghadapi paruh dua menjelang akhir ramadhan. Semoga kita mampu memanfaatkan dengan sebaik-baiknya karena kita tidak tahu apakah kita masih diberi kesempatan atau tidak untuk bertemu dengan ramadhan tahun selanjutnya.
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami seperti memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. Al-A’raf : 23)