Oleh: Egi Mahira Irham (Ketua Salam UI 18)
Manusia hidup dalam dimensi ruang dan waktu di dunia, mereka menjadi makhluk ciptaan Allah swt yang mendapatkan begitu banyaknya kemuliaan jika sesuai dengan tujuan penciptaan nya tersebut. Allah Sang Maha Pencipta, Maha Pemilik Segalanya, telah menetapkan bahwa penciptaan jin dan manusia ditujukan agar mereka beribadah kepada-Nya semata. (Q.S. 51 : 56) Bukan tujuan mencari kesenangan duniawi ataupun membuat kerusakan di muka bumi, meski dialog antara malaikat dan Allah swt dahulu pernah menyatakan demikian. (Q.S. 2 : 30)
Faktanya, kerusakan di muka bumi sampai sedang terjadi sampai saat ini dan bahkan akan terus ada sampai akhir zaman. Kondisi bumi dan isi nya sedang dalam kondisi tidak sehat, layaknya pasien yang sudah harus berobat. Kerusakan bumi yang dimaksud terjadi tidak hanya dari segi fisik (Al Gore, Wakil Presiden Amerika Serikat ke-45, dalam film dokumenter tentang perubahan iklim berjudul An Inconvenient Truth telah menjelaskan dengan gamblang kondisi bumi yang sangat parah saat ini akibat kelalaian manusia) namun juga kondisi manusia yang mendiami bumi ini. Berbagai fitnah (ujian) kemaksiatan dan moralitas telah memaksa umat manusia khususnya umat Islam untuk menjauh dari Ad-Diin nya. Lalu kita harus bagaimana? Diam saja?
Maka bentuk ibadah dan kemuliaan yang Allah swt berikan kepada manusia, salah satu nya adalah dengan menjadi para penyeru yang ma’ruf (kebaikan) dan pencegah yang munkar (keburukan) hingga mereka dijamin oleh Allah swt sebagai orang-orang yang beruntung. (Q.S. 3 : 104) Telah nyata di hadapan kita, umat Islam sebagai umat terbaik, bahwa aktivitas menyeru atau yang sering kita sebut sebagai dakwah memiliki keutamaan yang begitu besar. Mereka lah yang berusaha menjadi problem solver dari setiap masalah yang terjadi di muka bumi, tidak hanya menjadi orang yang berbicara dengan lisan tapi juga berbicara dengan perbuatan.
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata:”Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.” (QS. 41: 33)
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menyeru kepada satu petunjuk maka baginya pahala yang serupa dengan pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)
“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. 61: 4)
Jikalau kita mau menghitung keutamaan berdakwah, maka akan kita dapati diri kita bergetar karena keimanan bahwasanya Allah SWT menjanjikan tingkatan kemuliaan yang begitu tinggi layaknya Allah SWT memuliakan para Rasul yang berdakwah mengajak kaumnya menuju kalimat tauhid semata. Sekiranya ayat Qur’an ini bisa menjadi pelecut semangat sekaligus penghibur bagi para penda’i yang Allah SWT muliakan.
Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa”. (Q.S. 7 : 164)
Di akhir tulisan ini, saya ingin mengutip kata-kata Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI ke-26, dan Ustadz Rahmat Abdullah (allahu yarham) yang bagi saya sangat mengingatkan diri kita khususnya umat Islam di Indonesia.
“Menjadi Pengurus Negeri Itu Bukan Untuk Menonton Masalah, Tapi Untuk Ambil Keputusan, Ambil Tanggung Jawab” – Anies Baswedan
“Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai. Lagi-lagi memang seperti itu dakwah…” – Rahmat Abdullah
Dokumen dapat diunduh di bawah ini.