ArtikelKOPI RamadhanOpini

“Hari Kemenangan”

Oleh: Imam Agung Setiawan (Kadept Quranic Center FUSI FTUI 2016)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

“Allahu akbar… Allahu akbar… Allahu akbar… Laa ilaaha illallah wallahu akbar… Allahu akbar, walillahil hamdu…”

Sungguh tidak terasa bahwa waktu telah cepat berlalu. Ramadhan yang begitu mulia dan penuh keberkahan akan segera pergi, dan akan tiba giliran bulan Syawal yang akan menemani kita. Tidaklah setiap manusia yang sadar akan ditinggal Ramadhan, kecuali ia akan menangisinya. Karena, boleh jadi tahun depan kita tidak akan bisa bertemu kembali, atau bahkan amalan yang dilakukan jauh dari kata cukup, dan memang tidak akan pernah cukup.

Bulan Ramadhan bisa kita istilahkan sebagai bulan penempaan diri, atau dalam bahasa yang lain, Pesantren Ramadhan gratis dari Allah SWT., untuk hamba-hamba-Nya. Pada pesantren Ramadhan itulah, setiap insan sejatinya mendapatkan “layanan tarbiyah” dari Allah SWT., berupa ; Syaithan yang dibelenggu, shaum Ramadhan, amal ibadah yang pahalanya dilipatgandakan oleh Allah, suasana yang lebih islamis, dan sebagainya. Tentunya tujuan Allah SWT., memberikan nikmat kepada hamba-Nya ini tidak lain dan tidak bukan seperti yang Ia firmankan dalam surat Al-Baqarah ayat ke 183 yang pada akhir ayatnya berarti, “agar kamu menjadi orang yang bertaqwa.”

Namun, pada awal ayat yang tadi saya kutip terdapat sebuah kalimat yang berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman !” Menjadi menarik karena Allah SWT., tidak berfirman menggunakan lafadz “Wahai orang-orang yang berislam!” Ibnu Mas’ud r.a. merumuskan sebuah kaidah dalam memahami ayat Al-Qur’an yang diawali dengan seruan ‘Hai orang-orang yang beriman’, “Jika kalian mendengar atau membaca ayat Al-Qur’an yang diawali dengan seruan ‘hai orang-orang yang beriman‘, maka perhatikanlah dengan seksama; karena setelah seruan itu tidak lain adalah sebuah kebaikan yang Allah perintahkan, atau sebuah keburukan yang Allah larang.” Keduanya, perintah dan larangan, diperuntukkan untuk kebaikan orang-orang yang beriman. Memang hanya orang yang beriman yang mampu berpuasa dengan baik dan benar.

Ungkapan ‘agar kalian menjadi orang yang bertakwa‘ pada petikan terakhir ayat pertama dari ayat puasa merupakan harapan sekaligus jaminan Allah bagi ‘orang-orang yang beriman‘ dalam seluruh aspek dan dimensinya secara totalitas. Sebab, mereka akan beralih meningkat menuju level berikutnya, yaitu pribadi yang muttaqin yang tiada balasan lain bagi mereka melainkan surga Allah tanpa ‘syarat‘ karena mereka telah berhasil melalui ujian-ujian perintah dan larangan ketika mereka berada pada level mukmin. Allah SWT. berfirman tentang orang-orang yang bertakwa, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada di dalam surga dan kenikmatan.” (Q.S. Ath-Thur: 17). “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada di taman-taman surga dan di mata air-mata air.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 15). “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada di tempat yang aman, yaitu di dalam taman-taman dan mata air-mata air.” (Q.S. Ad-Dukhan: 51-52).

Oleh karena itu, menjadi jelas untuk kita semua, bahwasanya hari kemenangan itu sejatinya dimiliki oleh orang-orang beriman yang telah Allah “wisuda” dengan predikat “taqwa”, karena ia telah berhasil melalui hari-hari penuh keberkahan dalam “pesantren ramadhan” dengan hasil yang baik, apalagi bila ia dipilih oleh Allah menjadi orang-orang yang meraih lailatul qadr. Sehingga, pada hari kemenangan kelak sejatinya manusia akan saling bersilaturahim, saling mendoakan dengan mengatakan, “taqabbalallahu minna wa minkum” yang berarti “semoga Allah menerima ibadah-ibadah kita dan ibadah kamu sekalian”, sebagai bentuk doa untuk diri kita dan orang lain, dengan menggantungkan sebuah harapan besar kepada Allah SWT., bahwa pada hari kemenangan kelak, ibadah yang dilakukan pada bulan tarbiyah ini menjadi amalan yang tidak akan ditolak Allah SWT.

Mari sama-sama kita bermunajat kepada Allah SWT., memohon agar Allah SWT., memberikan kabar gembira bahwa kita termasuk orang-orang yang diterima amalannya, bahwa kita termasuk orang-orang yang akan dipertemukan dengan Ramadhan berikutnya, dan bahwa kita termasuk orang yang menang secara haqiqi, yakni saat timbangan amal kebaikan kita melebihi timbangan keburukan kita di hari tiada sanggup menolong kecuali amal dan syafa’at nanti.

Wallahu a’lamu bi ash-shawab.

Barakallahu fiikum.

Dokumen dapat diunduh di bawah ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.